Senin, 11 April 2016

Kasus Yang Berhubungan dengan Media Sosial

1.   Kasus Prita Mulyasari
Kasus yang dialami oleh Prita ini terjadi antara tahun 2008-2009 lalu. Kasus ini berawal dari rasa kecewa Prita atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional yang ditulis melalui email dan disebarkan melalui mailing list (milis). Berita itu menyebar dari milis A ke milis B, hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni. Pihak Rumah Sakit Omni memperkarakan Prita dengan delik aduan pencemaran nama baik.Prita dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun, Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran secara tertulis dengan ancaman hukuman 4 tahun. Selain itu, Prita juga akan dikenakal Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.








2.   Facebook Mulai Jadi Alat 'Jual Diri'

Selasa, 2 Februari 2010 10:15 wib

SURABAYA - Perdagangan anak di bawah umur(trafficking)yang menjurus ke prostitusi melalui dunia mayasudah sangat memprihatinkan.

Fenomena tersebut terungkap setelah jajaran PolwiltabesSurabaya berhasil mengungkap adanya sindikat trafficking,Minggu (31/1). Polisi menangkap dua tersangka, yakniEndry Margarini alias Vey, 21, dan Achmad Afif Muslichin, 32, keduanya warga Sidoarjo. Selain itu, seorang gadisberinisial Ls,15, warga Keputran, Surabaya, juga ikutdiamankan.

Vey selama ini bertugas sebagai germo dari anak-anak yangdiperdagangkan, sedangkan Afif bertugas mencari customeratau lelaki hidung belang. Sementara, Ls bertugas mencarigadis muda.

"Pertama kali diketahui transaksi digelar di sebuah rumahmakan cepat saji di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya," jelasKasat Reskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo,Senin (1/2/2010) kemarin.
Dalam kasus tersebut, polisi juga meminta keteranganterhadap tiga pelajar yang menjadi korban trafficking,masing-masing berinisial Ft, El, dan Rs. Denganterungkapnya kasus tersebut, Anom meminta kepadaorangtua agar lebih waspada dalam mengarahkan anakgadisnya yang menginjak dewasa.

"Apalagi penyebab terpengaruhnya para pelajar untukmenjual diri karena tuntutan hidup. Jadi trafficking ini sudahmenjurus pada prostitusi," tukas Anom.

Dia mengaku sudah memanggil orangtua siswa yang terlibatprostitusi. Dari pemanggilan tersebut kepolisianmenyimpulkan bahwa faktor penyebab mereka terjerumusadalah ekonomi yang tidak mencukupi. Sedangkan di sisilain, tuntutan kebutuhan anak muda zaman sekarang sangatkompleks.

"Bahkan sangat terbuka kemungkinan masih ada lagisindikat semacam ini. Untuk itu, kita berupaya kerasmengembangkan kasusnya," katanya.

Dia menyadari, menguak jaringan trafficking memang bukanpersoalan mudah. Dibutuhkan kesabaran dan informasiyang cukup untuk menelusurinya. Pasalnya, prostitusiseperti yang dijalankan Vey dan Afif cukup terorganisir dandilakukan dengan sangat rapi. Ini jelas berbeda denganprostitusi biasa yang kasatmata dan mudah melacaknya.Keberadaan account di Facebook baru diketahui setelahmereka tertangkap.
"Itu artinya, mereka selama ini berupaya keras agar aksimereka tidak diketahui dunia luar. Walaupun account diFacebook bisa diakses semua pengunjung tapi tak semuaorang mengetahui di balik itu ada bisnis prostitusi," paparAnom. Berdasarkan pemeriksaan lanjutan yang dilakukanSatreskrim Polwiltabes, Vey maupun Afif menjalankan bisnistrafficking untuk prostitusi secara mandiri atau tidak terikatdengan sindikat yang lebih besar.


Namun, pihak kepolisian tidak percaya begitu saja.Walaupun tidak terikat, dimungkinkan mereka mengetahuisindikat lain yang juga menjadikan pelajar perempuansebagai korbannya. Awalnya, berdasarkan pengakuan Vey,dirinya hanya iseng mencari perempuan untuk sejumlahrekannya yang hidung belang.

Dari situlah ia mulai mengetahui ternyata banyak customer yang menyukai gadis muda, terutama pelajar. Akhirnya, diabekerja sama dengan Afif untuk mencari pelajar yang mau'menjual' tubuhnya. Kemudian mereka merekrut Ls yangbertugas mencari sasaran di lingkungan sekolah. Ls hanyamenggunakan strategi sederhana untuk merekrut anggotabaru, yakni menawarkannya dari mulut ke mulut.

Nyatanya, strategi itu cukup untuk menarik minat beberapagadis. "Biasanya kita mengenakan tarif Rp600–800 ribuuntuk setiap gadis. Harga itu memang agak mahal karenamereka masih muda dan berstatus pelajar," ungkapnya. Iamemilih memasarkan lewat Facebook karena lebih mudah,murah, dan praktis.
Cukup dengan mencantumkan foto dan sedikit kalimatmenggoda, maka sudah cukup mengundang perhatianpemakai situs jejaring ini. Kasus trafficking menjurusprostitusi yang dijalankan Vey dan Afif harus diakui cukupmelek teknologi. Mereka tak lagi menawarkan 'dagangan'secara lisan, tetapi tinggal memampang foto-foto para gadisdi account mereka. Bagaimanapun, sistem marketingmereka terbukti jitu dan menarik pelanggan yang taksedikit.

Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto menyatakan,perubahan strategi marketing membuktikan telah terjadipergeseran besar dalam dunia trafficking. Jika dulunyadijalankan secara manual atau dari mulut ke mulut, kinisudah merambah dunia maya. Namun, pihaknya tidaklantas memvonis  bahwa Facebook atau situs jejaringsemacamnya selalu berakibat negatif
.

3.   Menghina Melalui Media Sosial, Mahasiswi UGM Divonis 2 Bulan Penjara
Florence Sihombing, mahasiswa Program Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta akhirnya divonis oleh hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa sore (31/3)
YOGYAKARTA—
Florence Sihombing adalah penggugah status di jejaring sosial Path, berisi makian kepada warga Yogja pada Agustus tahun lalu. Dia kemudian dilaporkan oleh berbagai kelompok masyarakat ke Polda DIY, dan berlanjut dengan rangkaian sidang selama beberapa bulan di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Dalam sidang putusan hari Selasa sore, mahasiswi asal Medan, Sumatera Utara itu akhirnya dijatuhi hukuman dua bulan penjara, dengan masa percobaan enam bulan serta denda Rp 10 juta subsider satu bulan penjara oleh majelis hakim. 
Begitu sidang selesai, perempuan yang akrab dipanggil Flo ini langsung bergegas meninggalkan ruang sidang. Sebelumnya, kepada majelis hakim, Flo telah menyatakan akan pikir-pikir, yang berarti dia belum bisa menerima putusan tersebut. 
Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini, Sarwoto SH MH, juga menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim. Alasan yang dia berikan, vonis yang diberikan terlalu jauh dari tuntutan yang telah disampaikan jaksa, yaitu enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan, dan denda Rp.10 juta.

“Tuntutannya kan enam bulan, masa percobaanya 12 bulan, jadi masih jauh sekali. Untuk keadilan masyarakat Jogja, kita pikir-pikir dulu selama tujuh hari, dan akan kita laporkan ke pimpinan untuk menentukan sikap,” jelas Sarwoto SH MH.

Ditemui sebelum sidang dimulai, peneliti dan praktisi hukum Wibowo Malik dari Institute for Criminal Justice Reform, mengatakan, Florence Sihombing tidak selayaknya dijatuhi hukuman. Malik mengatakan, upaya hukum ini adalah ancaman terhadap kebebasan berpendapat.
Selain itu, Path dinilai Malik adalah situs jejaring sosial dengan jumlah pertemanan yang terbatas. Florence Sihombing hanya memiliki 100 teman di jejaring Path, dan apa yang menjadi ungkapan dalam statusya adalah pembicaraan yang bersifat pribadi.

“Menurut kami, Florence telah dituntut tidak berdasar hukum. Kita tahu bahwa Path adalah sosial media yang pribadi dan tertutup, tidak bisa dilihat oleh umum. Itu adalah pembicaraan pribadi. Kalau kemudian pembicaraan pribadi dibawa ke publik, yang harus bertanggung jawab adalah orang yang membawanya ke ranah publik, bukan orang yang menulis, karena itu pembicaraan pribadi,” kata  Malik.

Florence Sihombing sendiri sudah melaporkan ke kepolisian, pihak-pihak yang mempublikasikan status Path-nya ke jejaring sosial lain, sehingga masyarakat umum mengetahui apa yang dia tuliskan secara luas. Namun dia mengaku belum mengetahui, sejauh mana langkah kepolisian menanggapi laporannya tersebut.
Sebelum bersidang, Florence sendiri sempat menyatakan bahwa dia tidak layak dihukum. Justru dia menilai, sanksi sosial yang sudah diterimanya sejak kasus ini bergulir, sudah cukup menjadi hukuman atas apa yang dia lakukan di situs jejaring sosial itu.

“Yang saya alami itu sudah tidak wajar, sudah terlalu berlebihan. Kerugian yang saya derita itu sudah berlebihan. Jadi, akibat yang saya terima ini saya harap jadi pertimbangan hakim,” kata Florence Sihombing.

Vonis hakim ini bermakna, jika dalam enam bulan ke depan Flo melakukan tindakan pidana serupa, maka dia akan langsung dipenjara selama dua bulan. Sedangkan denda tetap harus dia bayarkan.
Kasus ini bermula pada 28 Agustus 2014, ketika Flo menulis sejumlah status bernada makian di situs jejaring sosial Path, setelah ditolak ketika membeli bahan bakar sepeda motornya, karena dianggap melanggar antrian. Status itu kemudian tersebar di berbagai jejaring sosial lain, dan kemudian menimbulkan kemarahan publik.
Sehari setelah itu, Flo sempat meminta maaf, tetapi polisi tetap memeriksanya pada 30 Agustus tahun lalu, dan kemudian menahannya selama 24 jam. Setelah didesak berbagai pihak, Flo dibebaskan kepolisian, tetapi kasusnya berlanjut hingga ke pengadilan. Flo dianggap telah melanggar pasal 27 ayat 3 junto pasal 45 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elekteronik (ITE). 


Saran untuk memanfaatkan akun-akun Medsos(media sosial) secara bijaksana:
1.      Sebaiknya pasang identitas pribadi, tetapi isinya tidak bersifat pribadi.
2.      Jangan share nomor hp dan informasi pribadi di sosial media
3.      Pasang photo profil yang sewajarnya dan sesuai dengan etika
4.      Tulis status atau share sesuatu yang berguna dan bermanfaat.
5.      Hati – hati dalam membuat status atau sebuah argumen di media sosial.
6.      Jangan terlibat perdebatan yang tidak penting di media sosial
7.      Jangan menjadikan akun media sosial sebagai ajang melakukan perbuatan yang buruk seperti ”jual diri”
Jadi marilah kita memanfaatkan media sosial secara bijaksana







Tidak ada komentar:

Posting Komentar